Oleh : Radhar Tribaskoro
MK mendalilkan bahwa dirinya hanya melaksanakan peradilan sengketa suara.
Tetapi MK menuntut Pemohon utk menghadirkan segalanya, "Siapa, dimana, kapan, bagaimana dan apa hubungannya dengan perolehan suara." Pertanyaan2 itu jelas tidak mungkin dijawab oleh pemohon sebab pemohon tidak punya kewenangan sebagai polisi yang boleh memeriksa, menangkap dan meminta informasi.
Dengan kata lain, MK menuntut pemohon menyediakan bukti2 setingkat audit forensik. Bagaimana pemohon bisa memberikannya? Pemohon cuma diberi waktu 3 hari utk mengajukan gugatan. Lagipula pemohon tidak memiliki hak dan wewenang melakukan audit forensik.
Di bawah beban pembuktian seberat itu wajar bila tidak ada satu dalil pemohon pun yang diterima.
Padahal dimana2 pengadilan pemilu, yg dibutuhkan dari pemohon adalah mengungkapkan adanya irregularities atau ketidak-tertiban (dalam prosedur atau tahapan pemilu). Selebihnya MK atau MA bergerak sendiri, misalnya dengan memerintahkan dilakukannya audit forensik, kalau memang hal itu yg dibutuhkan untuk memberi MK keyakinan. Atau dengan kewenangannya atas kepolisian dan intelejen, MK bisa menemukan bukti2 tambahan yg mereka butuhkan.
MK pura2 tidak paham atas impossibilities di atas. Dengan kata lain, peradilan MK hanya peradilan pura2 saja. Alias peradilan sesat. (*)
Publis by : Pejuang.Net
Ikuti kami di channel Telegram : t.me/pejuangofficial
Facebook : https://www.facebook.com/pejuangofficial
Flow Twitter Kami: @PejuangNet (gl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar