Apakah Tetap Sah Kambing Kurban yang Dibeli dari Patungan Suami Istri? - Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Situs Islam Rujukan

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Jumat, 09 Agustus 2019

Apakah Tetap Sah Kambing Kurban yang Dibeli dari Patungan Suami Istri?


PEJUANG.NET - Dalam hal ini, setidaknya terdapat dua poin penting yang harus diketahui:

Pertama :

Satu kambing atau domba tidak sah dijadikan hewan kurban kecuali dari satu orang. Maka, tidak boleh ada dua orang yang berpatungan untuk membeli satu kambing. Ini adalah patungan yang dilarang.

Adapun berserikat yang dibolehkan dalam hal ini adalah ikut serta dalam meniatkan pahalanya. Misal, ada seorang laki-laki yang berkurban dan meniatkan pahalanya juga untuk keluarganya. Atau, seorang wanita yang berkurban dari hartanya sendiri dan meniatkan pahalanya untuk suaminya.

Ibnu Qayyim –rahimahullah- berkata:

“Termasuk petunjuk Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- meniatkan pahala satu kambing untuk dirinya sendiri dan keluarganya, meskipun mereka berjumlah banyak. Hal ini sebagaimana perkataan ‘Atha’ bin Yasar: “Aku telah bertanya kepada Abu Ayyub Al-Anshari; “Bagaimana kurban pada masa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ?”, beliau menjawab: “Seorang laki-laki berkurban satu kambing atas nama dia dan keluarganya, mereka memakan dan membagikannya”. Tirmidzi berkata ini adalah hadits hasan shahih”. (Zaadul Ma’ad: 2/295)

Ibnu Rusyd berkata:

“Ulama telah berijma’ bahwa satu kambing tidak sah kecuali dari satu orang. Namun menserikatkan pahalanya sah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Malik bahwa tetap sah jika seorang laki-laki menyembelih untuk dirinya dan keluarganya, tidak dengan cara berserikat (berpatungan), akan tetapi ia membelinya sendirian, hal ini sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh ‘Aisyah bahwa beliau berkata:

كنا بمنى فدخل علينا بلحم بقر، فقلنا ما هو؟ فقالوا: ضحى رسول الله – صلى الله عليه وسلم – عن أزواجه

“Pada saat kami berada di Mina, seseorang masuk dengan membawa daging sapi, maka kami bertanya: “(Daging) apa ini ?”, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah berkurban untuk para istrinya”. (Bidayatul Mujtahid: 2/196)

Telah disebutkan di dalam Tuhfatul Muhtaj (9/349) bahwa sahnya satu kambing dari satu orang merupakan kesepakatan ulama, bukan pendapat mayoritas.

Riyawat lain menyebutkan Rasulullah berdoa saat menyembelih kambing kurban:

اللهم هذا عن محمد وأمة محمد

“Ya Allah, kurban ini untuk Muhammad dan umat Muhammad”.

Maka dimaksudkan ikut serta dalam hal pahala, dan itu boleh, selanjutnya mereka berkata: “Maka ia hendaknya mengikutsertakan orang lain dalam hal pahala kurbannya”.

Kedua:

Bagi seorang istri hendaknya memberikan sebagian uangnya kepada suaminya yang cukup untuk membeli hewan kurban, dan suaminya yang menyembelih dan mengikutsertakan pahala untuk keluarganya.

Atau kebalikannya, seorang suami yang memberikan sebagian uangnya dan sembelihan kurbannya menjadi milik istrinya dan mengikutsertakan suaminya dalam hal pahala, pahala yang asli menjadi milik orang berkurban, adapun yang lainnya dimasukkan sebagai pengikutnya.

Jika seorang suami istri berpatungan pada harga sembelihannya, dengan tujuan untuk membantu pembeliannya, karena ia tidak mempunyai uang cukup, maka tidak ada masalah.

Syeikh Abdul Karim Al Khudhair –hafidzahullah- pernah ditanya:

“Bagaimanakah hukumnya keikutsertaan saya pada kurbannya istri ?, apa saja hukum-hukum yang menjadi konsekuensi dari hal tersebut ?”

Beliau menjawab:

“Jika shohibul bait berkurban, maka kurbannya tersebut sudah cukup untuk dirinya dan keluarganya. Jika seorang suami telah berkurban untuk dirinya dan keluarganya, maka kurbannya tersebut sudah cukup. Seorang wanita tidak wajib berkurban khusus untuk dirinya sendiri, kecuali jika yang dimaksud adalah seorang suami membayar separuh harga hewan kurban dan istrinya membantu membayar separuhnya lagi dengan niat kurban itu milik suaminya. Maka, hukum asalnya bahwa kurban itu bagi shohibul bait –suami-, dan pahalanya termasuk di dalamnya istri dan anak-anaknya.

Akan tetapi jika dilihat dari sisi saling membantu, dan ia tidak mampu untuk membayar harga hewan kurban, dan istrinya ingin membantu pembayarannya, maka tidak ada masalah”. Wallahu A’lam.

Publis by : Pejuang.Net 
Ikuti kami di channel Telegram : t.me/pejuangofficial
Facebook : https://www.facebook.com/pejuangofficial
Flow Twitter Kami: @PejuangNet 
Sumber : kiblat/islamqa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad