Rekomendasi NU Hukum Mati Koruptor, dan Vonis Hakim: Menag Lukman Terima Suap Rp70 Juta Jual Beli Jabatan - Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Situs Islam Rujukan

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Jumat, 09 Agustus 2019

Rekomendasi NU Hukum Mati Koruptor, dan Vonis Hakim: Menag Lukman Terima Suap Rp70 Juta Jual Beli Jabatan


PEJUANG.NET - Mengagetkan dan memalukan, terungkapnya Menag Lukman menerima suap jual beli jabatan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/8/2019).

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin sebagai pihak yang turut menerima uang terkait suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag).

Hakim menyatakan bahwa Lukman turut menerima uang sebesar Rp70 juta yang diberikan secara bertahap masing-masing Rp50 juta dan Rp20 juta. Menurut Hakim, uang diberikan karena Lukman telah berperan dalam mengangkat Haris sebagai Kakanwil Kemenag Jatim.

Silakan simak berita selengkapnya di sini https://www.nahimunkar.org/vonis-hakim-menag-lukman-terima-suap-rp70-juta-jual-beli-jabatan/

Di samping jadi Menteri agama, Lukman Hakim Saifuddin dikenal juga sebagai tokoh aktivis di NU (Nahdlatul Ulama). Sedangkan dari NU telah ada Rekomendasi NU: Hukum Mati Koruptor.
Untuk lebih jelasnya, mari kita simak berita berikut ini.

=============

Kiai-kiai NU Rekomendasikan Hukum Mati Koruptor


Yogyakarta, NU OnlineKiai-kiai dan nyai NU mengadakan pertemuan di Yogyakarta dari tanggal 27 sampai 29 Juli. Hasil pertemuan tersebut merekomendasikan beberapa hal berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Rekomendasi itu dengan dasar pemikiran selain diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, tindak pidana korupsi juga mencakup kejahatan yang berkaitan dengan harta benda (al-Jarimah al Maliyah) seperti: Ghulul (penggelapan); Risywah (penyuapan); Sariqah (pencurian); Ghashb (penguasaan ilegal); Nahb (penjarahan/perampasan); Khianat (penyalahgunaan wewenang); Akl al-Suht (memakan harta haram); Hirabah (perampokan/perompakan); dan Ghasl al Amwal al Muharromah (mengaburkan asal usul harta yang haram). 

Selain diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, tindak pidana pencucian uang juga mencakup semua proses mengaburkan identitas atau asal usul harta kekayaan yang diperoleh secara ilegal atau haram sehingga harta kekayaan tersebut tampak berasal dari sumber yang sah.

Tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan dengan alasan: sumber-sumber ajaran Islam yang disepakati (Al-Quran, Al-Hadits, Al-[jma’  dan Al-Qiyas) mengharamkan tindak pidana tersebut; menimbulkan dampak buruk yang luar biasa dan berjangka panjang.

Dan tindak pidana pencucian uang menimbulkan sebelas dosa, sebagai berikut: merupakan persekongkolan dalam dosa dan permusuhan; membangkang terhadap pemerintah; merusak sistem ekonomi; merupakan kebohongan dengan klaim kepemilikan harta yang seakan-akan sah, padahal dihasilkan dari usaha yang batil; merusak perlindungan sektor usaha; merusak etos kerja produktif masyarakat; membuka peluang manipulasi dalam produksi dan konsumsi; meningkatnya ekonomi biaya tinggi; mengkonsumsi harta haram yang berakibat rusaknya keimanan pelaku; mendorong tersebarnya tindak pidana; dan menghadapkan manusia kepada bahaya.

Sementara sanksi bagi pelaku tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang meliputi:

1. Sanksi sosial dan moral;
2. Pemiskinan harta;
3. Ta’zir;
4. Adzab di akhirat (siksaan yang pedih);
5. Hukuman maksimal berupa hukuman mati yang dapat diterapkan apabila tindak pidana korupsi atau tindak pidana pencucian uang dilakukan ketika negara dalam keadaan bahaya, krisis ekonomi, krisis sosial, atau dilakukan secara berulang-ulang.

Penyelenggara negara atau penegak hukum yang melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang harus diperberat hukumannya karena seharusnya menjadi teladan dalam penegakan hukum, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang;

Pemerintah wajib melindungi dan memperkuat semua pihak yang melaksanakan jihad mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Alim Ulama dan Pondok Pesantren wajib menjadi teladan dan penjaga moral melalui penguatan pendidikan nilai-nilai dan perilaku antikorupsi. Sedangkan setiap elemen masyarakat wajib menghindarkan diri dari perilaku koruptif. (Red: Abdullah Alawi) 

Berikut para Alim Ulama Nusantara Membangun Gerakan Pesantren Antikorupsi:

KH Ahmad Ishomuddin (Rais Syuriah PBNU)
KH Suhri Utsman (Pesantren Anwarul Hidayah)
H Muhammad Suardi, BA. Tk. Bagindo (Wakil Ketua PWNU Sumatera Barat)
KH Mohammad Dian Nafi’  (LBM PWNU Jawa Tengah)
Nyai Hj. Alissa Q. Wahid (Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian)
KH Umar Farouq (Pesantren Ma’had Mathali’ul Falah, Kajen Pati)
KH Luqman Hakim Haris Dimyathi (Pesantren Termas Arjosari, Pacitan)
KH Dr. Afifuddin Harisah (Pesantren An Nahdlah, Makassar)
KH Abdul Muiz Ghazali  (Fahmina Institute, Cirebon)
Kiai Izet Abu Dzar (Pesantren Miftahus Sa’adah, Banjaran)
H Sahuri (Dosen Universitas Islam Bandung)
KH Abu Bakar Rahziz (Pesantren Mahasina, Kota Bekasi)
KH Dr. Nurul Huda Ma’arif (Pesantren Qotrotul Falah, Serang)
KH Achmad Labib Asrori (Pesantren Raudlotut Tulab, Magelang)
Hj. Nur Laela Diryat (Pesantren Al Falah)
KH Hasan Abdullah (Pesantren Salafiyah, Mlangi Yogyakarta)
KH Shihabuddin (Pesantren Nurul Huda, Malang) 
KH Khoirun Niat (Pesantren Annur Ngrukem, Bantul)
Mariatul Asiah (LK3 Banjarmasin)
KH Jazilus Sakhok (Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman)
Diana Handayani Suryaatmana (Lakpesdam NU Cimahi)
KH Herman Alim M (Pesantren Al Asy’ariah, Pontianak)
Kiai Iyan Fitriyana (Pesantren Al Hidayah, Lebak)
Ahmad Subhan Burhan (PCNU Batang, Jawa Tengah)
Ahmad Suaedy, MA (Abdurrahman Wahid Center)
Miftahul Jannah (Ketua Fatayat NU Banten)
Ahmad Murtajib (STAINU Kebumen)
Hifdzil Alim, SH, MH (Dosen UIN Sunan Kalijaga)

https://www.nu.or.id

***

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Melaknat Penyuap dan yang Disuap

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ.

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap“. (HR. Abu Daud no. 3580, Tirmidzi no. 1337, Ibnu Majah no. 2313. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).

Dalam fatwa Al Muntaqo, -guru kami- Syaikh Sholeh Al Fauzan mengenai hukum menerima uang sogok, beliau berkata, “Mengambil uang sogok termasuk penghasilan yang haram, keharaman yang paling keras dan penghasilan yang paling jelek.”

Mereka yang memberi sogok seperti ini hakekatnya adalah orang-orang yang tamak dan gila pada kekuasaan. Saat sudah memegang tampuk kekuasaan, mereka cuma ingin harta sogoknya kembali, sehingga korupsi dan pencurian uang rakyat yang terjadi. Orang yang tamak pada kekuasaan ini dicela oleh Rasul dan akan menyesal pada hari kiamat.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإمَارَةِ ، وَسَتَكونُ نَدَامَةً يَوْمَ القِيَامَة

“Nanti engkau akan begitu tamak pada kekuasaan. Namun kelak di hari kiamat, engkau akan benar-benar menyesal” (HR. Bukhari no. 7148).

muslim.or.id, Muhammad Abduh Tuasikal, MSc/ diringkas.


***

Pemimpin jangan sampai berlaku curang

Pemimpin jangan sampai berlaku curang dan menipu rakyat, karena akibatnya sangat berat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Tidak ada seorang hamba yang Allâh memberikan kekuasaan kepadanya mengurusi rakyat, pada hari dia mati itu dia menipu rakyatnya, kecuali Allâh haramkan surga atasnya. [HR. Muslim, no. 142]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلَاحَ فَلَيْسَ مِنَّا، وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

Barangsiapa menyerang kami dengan senjata maka dia bukan dari kami, dan barangsiapa berbuat curang terhadap kami maka dia bukan dari kami. [HR. Muslim, no. 101]

Ancaman ‘diharamkan surga’ dan ‘bukan dari kami’ menunjukkan bahwa perbuatan curang tersebut merupakan kezhaliman dan dosa besar. Wallâhul Musta’ân.

(Lihat: Menzhalimi Rakyat Termasuk Dosa Besar, Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari/ almanhaj.or.id)

Publis by : Pejuang.Net 
Ikuti kami di channel Telegram : t.me/pejuangofficial
Facebook : https://www.facebook.com/pejuangofficial
Flow Twitter Kami: @PejuangNet 
Sumber : nahimunkar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad