Dapatkah Presiden Dimakzulkan karena Keluarkan Perppu KPK? Ini Aturannya - Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Situs Islam Rujukan

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Kamis, 03 Oktober 2019

Dapatkah Presiden Dimakzulkan karena Keluarkan Perppu KPK? Ini Aturannya


GELORA.CO - Usulan penerbitan Perppu KPK oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditolak Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Sebab, bisa jadi Perppu itu bisa berujung impeachment atau pemakzulan jadi risikonya.

Berdasarkan UUD 1945 yang dikutip detikcom, Kamis (3/10/2019), syarat pemakzulan Presiden/Wapres diatur secara ketat. Pemakzulan hanya bisa dilakukan bila presiden:

1. Pengkhianatan terhadap negara.
2. Korupsi.
3. Penyuapan.
4. Tindak pidana berat lainnya.
5. Perbuatan tercela.
6. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pasal 7A selengkapnya berbunyi:

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Dari 6 syarat pemakzulan di atas, menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva, langkah paling mudah menuju pelengseran presiden adalah terkait 'perbuatan tercela'.

"Sedikit peluang yang memberi jalan mudah bagi pemakzulan Presiden Indonesia adalah adanya perbuatan tercela yang dapat dimaknai secara multitafsir dan sangat tergantung pada pemahaman dan penafsiran para politisi di DPR dan MPR," kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva dalam buku karyanya yang berjudul Impeachment Presiden yang dikutip detikcom, Kamis (3/10/2019).

Menurut Hamdan, perbuatan tercela menjadi syarat paling mudah dibandingkan dengan syarat lain dalam memakzulkan presiden. Sebab, UUD 1945 tidak memberikan batasan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan 'tindak pidana berat lainnya dan perbuatan tercela'. Dalam UU MK, perbuatan tercela hanya memberikan petunjuk yaitu perbuatan yang dapat merendahkan martabat presiden.

"Dengan demikian persoalannya adalah sampai sejauh manakah lingkuh dan batasan perbuatan tercela? Apalah diserahkan pada permainan politik di parlemen?" ujar Hamdan melontarkan diskursus.

Namun permainan politik di parlemen itu akan diuji oleh MK. Apakah berdasar konstitusi atau tidak. Jika tidak maka MK harus menyatakan pendapat DPR tidak benar. Batasannya, menurut alumnus Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu, tolak ukur perbuatan tercela adalah perbuatan yang melanggar hukum. Namun menjadi pertanyaan apakah pelanggaran hukum itu berarti melanggar UU semata atau ada tolak ukur lain.

"Misalnya pelanggaran sumpah jabatan presdien, pelanggaran UUD, pelanggaran UU lainnya yang tidak merupakan tindak pidana serta pelanggaran norma moral, norma agama dan lainnya," ujar Hamdan.

Hamdan Zoelva (ari/detikcom)

Untuk menjawab hal itu, maka perlu dicari asal-usul munculnya kalimat 'perbuatan tercela' itu. Sehingga, Hamdan menarik kesimpulan, perbuatan tercela itu tidak hanya perbuatan yang diancam pidana kurang dari lima tahun penjara saja.

"Akan tetap bertentangan dengan norma agama, norma moral, norma adat serta pelanggaran konstitusi dan pelanggaran hukum lainnya yang merendahkan martabat presiden," ucap hakim konstitusi periode 2010-2015 itu.[dtk]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad