Tera Ulang Kebijakan Kesehatan - Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Situs Islam Rujukan

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Kamis, 24 Oktober 2019

Tera Ulang Kebijakan Kesehatan


SEABRAK pekerjaan rumah Kementerian Kesehatan telah menanti. Demikian tugas yang akan diemban oleh Mayjen TNI Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad (K), mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto yang ditunjuk sebagai Menteri Kesehatan di Kabinet Indonesia Maju.

Berdasarkan keterangan pers, sekurangnya dua hal penting menjadi pembahasan Jokowi dengan Dokter Terawan, yakni fokus penyelesaian masalah BPJS Kesehatan dan agenda pencegahan stunting.

Popularitas Dokter Terawan yang juga merupakan tim dokter kepresidenan ini mencuat bersamaan dengan keterkenalan metode terapi "cuci otak" menggunakan alat Digital Subtraction Angiography-DSA.

Meski atas aktivitas tersebut, sempat menyebabkan dirinya bersinggungan dengan rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia -IDI, yang menyebutkan bahwa tindakan medis belum teruji secara ilmiah, karena DSA sebetulnya alat diagnosis.

Dibalik kontroversi itu, sekurangnya hal positif yang perlu dicatat adalah kemampuan Dokter Terawan, untuk melihat model penanganan kesehatan dengan menggunakan perangkat teknologi. Tindakan DSA harus diakui sebagai sebuah kebaharuan alternatif dibanding penanganan medis konvensional.

Jika kemudian diperhadapkan dengan kaidah kajian penelitian ilmiah, yang menjadi dasar bagi implementasi tindakan medik, maka disitulah peranan divisi riset dan teknologi yang bisa dikelola oleh kementerian kesehatan. Kini, Dokter Terawan didapuk menjabat posisi tersebut, bola ada di tangannya.

Brainwash dan Teknologi Kesehatan

Fenomena terapi "cuci otak" yang dinilai mampu menjadi sarana pengobatan stroke. Dengan menggunakan metode radiologi intervensi melalui modifikasi DSA. Teknik tersebut sudah banyak dicoba, termasuk oleh banyak petinggi negeri ini melalui kerja Dokter Terawan.

Polemik yang muncul, tentu saja tidak dapat dihindarkan, tersebab pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan mendahului penjelasan ilmiah yang dibutuhkan. Sekurangnya, hal ini menandakan kegagapan dunia kesehatan berjumpa hal-hal baru, sebagai bentuk modernisasi penanganan medik.

Tentu saja ke depan, perlu banyak upaya pendalaman terkait dengan berbagai model teknologi kesehatan alternatif, tidak hanya persoalan DSA. Salah satu pernyataan Dokter Terawan yang menarik adalah tetap menjadi dokter meski pensiun dari RSPAD, menggunakan telemedicine, mekanisme penggunaan teknologi jarak jauh dalam pelayanan kesehatan.

Bila merujuk pada pembiayaan kuratif kesehatan melalui data BPJS Kesehatan, selain gagal ginjal, jantung dan kanker, tersebut problem stroke menjadi salah satu poin yang menggerogoti anggaran. Perlu pencermatan solutif bagi permasalahan tersebut. Didalamnya juga dapat berbicara tentang potensi penggunaan telemedicine bagi akses remote area.

Melihat latar belakang Dokter Terawan yang lebih banyak bertindak sebagai praktisi dan klinisi, meski sempat menjadi pimpinan RSPAD, tentu harapan kini disematkan di pundaknya, untuk dapat mengelola organisasi Kementerian Kesehatan -Kemenkes yang sangat besar. Sehat adalah hajat publik elementer.

Termasuk riwayat persinggungannya dengan IDI, mengindikasikan dibutuhkan adanya kemampuan pengelolaan koordinasi antar sektor kesehatan nasional. Menghubungkan kepentingan para pihak terkait, agar seluruh stakeholder memiliki perspektif yang sama terkait peningkatan kualitas sektor kesehatan nasional.

Problematika Rumit BPJS Kesehatan

Di era Jaminan Kesehatan Nasional -JKN melalui program BPJS Kesehatan, Dokter Terawan akan segera berhadapan dengan implikasi kebijakan kenaikan premi, sebagaimana yang sudah ramai diperbincangkan pada periode sebelumnya.

Masalah defisit anggaran BPJS Kesehatan, melibatkan posisi Kemenkes sebagai bagian yang terkait. Aspek penanganan kuratif di BPJS Kesehatan lebih dominan. Perlu fungsi penyeimbang berkenaan dengan aspek preventif dan promotif sebagai kerja komplementer Kemenkes.

Diperlukan kejelian dalam mempertimbangkan kepentingan publik, operator rumah sakit dan dokter selaras dengan target pemerintah. Tidak mudah. Disini ketangguhan Dokter Terawan diujicoba.

Sebagai klinisi, dibutuhkan insting terkait dengan kemampuan melihat gejala -symptom, melalui proses pendalaman -anamnesis, untuk menegakkan kesimpulan -diagnosis, hingga pada akhirnya mampu memberikan solusi mujarab tindakan -assessment therapy. Kita perlu menunggu hal tersebut, dalam bentuk rumusan program kerja Kemenkes.

Harmonisasi kebijakan era JKN, harus mengikutsertakan representasi kepentingan terkait. Dalam hal ini publik, organisasi profesi, kumpulan institusi pemberi layanan, bersama dengan pemerintah dan BPJS Kesehatan. Bila tidak demikian, sulit membangun sikap saling percaya -mutual distrust, terlebih ketika selisih defisit semakin melebar.

Peta atas blueprint sektor kesehatan perlu disusun kembali sesuai dengan kondisi aktual. Target dan capaian yang hendak diraih, merupakan realisasi atas kebutuhan dasar, bukan sekedar keinginan meraih prestasi kelembagaan.

Stunting Pembangunan Kesehatan

Sisi lain dari aspek kuratif yang dimuat melalui program BPJS Kesehatan adalah menuntaskan masalah stunting di wilayah preventif. Bahkan mereduksinya sejak usia kehamilan, hingga persalinan dan tumbuh kembang. Kita juga masih berhadapan dengan angka kematian ibu melahirkan.

Situasi stunting ini terjadi sebagai konsekuensi dari kekurangan gizi anak. Hal tersebut, mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan fisik anak, sehingga menjadi pendek (stunted). Jelas merupakan ironi.

Klaim pembangunan ekonomi yang bertumbuh, berbanding terbalik dengan asupan konsumsi gizi. Pertumbuhan ekonomi yang digadang-gadang, ternyata bertemu dengan realitas kerdil dari generasi mendatang. Perlu upaya keras dibagian ini.

Sesuai dengan prevalensi balita stunting berdasarkan data World Health Organization (WHO), Indonesia merupakan negara ketiga tertinggi di regional Asia Tenggara/ South-East Asia Regional (SEAR). Rerata prevalensi balita stunting di Indonesia 2005-2017 adalah 36,4%.

Padahal komplikasi turunan dari persoalan stunting terbilang luas. Mulai dari aspek kognitif dan psikomotorik, hal ini berkaitan dengan penguasaan ilmu sains serta kegiatan fisik semisal olahraga.

Disamping itu, stunting berpotensi menyebabkan peningkatan problem penyakit degeneratif, sehingga secara general kualitas sumber daya manusia mendatang menjadi lebih rendah.

Sekurangnya pada dua wilayah yang telah diamanatkan oleh Presiden Jokowi, tugas kepada Dokter Terawan diserahkan. Jelas sudah, kerja besarnya adalah tera ulang kebijakan sektor kesehatan baik level makro maupun mikro. Selamat bertugas!

Yudhi Hertanto

Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid.[rmol]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad