Erdogan Kecam Rezim Assad yang Langgar Gencatan Senjata di Idlib - Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Situs Islam Rujukan

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Minggu, 19 Januari 2020

Erdogan Kecam Rezim Assad yang Langgar Gencatan Senjata di Idlib


PEJUANG.NET - Presiden Turki pada Jumat menyatakan keprihatinan terkait perkembangan terbaru di Idlib menyusul serangan rezim Assad.

Erdogan mengatakan serangan ini adalah indikasi rezim Suriah tidak mematuhi kesepakatan gencatan senjata yang diprakarsai Turki dan Rusia.

“[Idlib] adalah bukti nyata bahwa rezim tidak mematuhi langkah-langkah yang telah kami ambil terkait gencatan senjata,” kata Recep Tayyip Erdogan kepada wartawan di Istanbul, merujuk pada gencatan senjata yang dimulai sejak 12 Januari dan kesepakatan zona de-eskalasi.

Turki dan Rusia sepakat menjadikan Idlib sebagai zona de-eskalasi sejak September 2018 di mana tindakan agresi secara tegas dilarang.

Namun, sejak itu, lebih dari 1.300 warga sipil tewas dalam serangan-serangan rezim dan pasukan Rusia yang terus melanggar gencatan senjata.

Lebih dari 1 juta warga Suriah terpaksa mengungsi ke dekat perbatasan Turki karena serangan besar-besaran selama setahun terakhir.

Zona de-eskalasi di Idlib kini menjadi rumah bagi sekitar 4 juta warga sipil, termasuk ratusan ribu pengungsi yang menjadi korban serangan pasukan rezim dalam beberapa tahun terakhir.

Erdogan mengingatkan dia akan berada di Berlin, Jerman pada Minggu dan berencana membahas masalah Idlib secara mendalam dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di sela-sela proses perdamaian Berlin.

Sejak September lalu, beberapa pertemuan tingkat tinggi diadakan di Berlin untuk mengakhiri konflik Libya.

Pertemuan diadakan dengan keterlibatan Perancis, Italia, Jerman, dan Inggris. Negosiasi ini dikenal sebagai proses perdamaian Berlin.

Bom mobil Suriah Utara

Erdogan juga mengatakan Turki tidak akan membiarkan pemboman mobil di Suriah utara oleh teroris yang menewaskan tiga tentara Turki saat melakukan kontrol di zona Operasi Peace Spring.

“Kami akan membuat mereka membayar untuk ini dengan cara yang sangat berbeda, sangat berat,” kata Erdogan.

Turki pada 9 Oktober meluncurkan Operation Peace Spring untuk melenyapkan teroris YPG / PKK dari Suriah utara untuk mengamankan perbatasan Turki, membantu kembalinya pengungsi Suriah secara aman, dan memastikan integritas teritorial Suriah.

Ankara menginginkan agar teroris YPG / PKK menarik diri dari wilayah tersebut sehingga zona aman dapat dibuat untuk membuka jalan bagi kembalinya 2 juta pengungsi secara aman.

Pada 22 Oktober, Ankara dan Moskow mencapai kesepakatan di mana teroris YPG / PKK akan mundur 30 kilometer (18,6 mil) di wilayah selatan perbatasan Turki dengan Suriah.

Kedua negara juga sepakat melakukan patroli bersama di Suriah utara.

Dalam lebih dari 30 tahun aksi terornya melawan Turki, PKK – yang terdaftar sebagai organisasi teroris oleh Turki, AS dan UE – telah bertanggung jawab atas kematian 40.000 orang, termasuk wanita, anak-anak, dan bayi. YPG adalah cabang PKK di Suriah.

Libya

Mengacu pada situasi di Libya, di mana Turki mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB terhadap komandan pemberontak Khalifa Haftar, Erdogan mengatakan Haftar tidak “dapat dipercaya.”

“Mereka terus membom Tripoli kemarin,” kata Erdogan

Erdogan menambahkan masalah ini akan dibahas secara menyeluruh di Berlin. “Kami akan melihat apa yang akan mereka lakukan satu atau dua hari (setelah pertemuan),” ujar Erdogan.

Erdogan juga berharap Haftar dapat menepati janji karena Turki akan menindaklanjuti situasi di Libya.

Sejak penggulingan penguasa Muammar Khaddafi pada 2011, dua kursi kekuasaan telah muncul di Libya: satu di Libya timur yang didukung oleh Mesir dan Uni Emirat Arab, dan lainnya di Tripoli, yang mendapatkan pengakuan PBB dan dunia internasional.

Pada 12 Januari, pihak yang bertikai dari konflik Libya mengumumkan gencatan senjata sebagai tanggapan atas seruan bersama Erdogan dan Putin.

Tetapi pembicaraan gencatan senjata permanen berakhir tanpa kesepakatan pada Senin setelah Haftar meninggalkan Moskow dan meminta waktu dua hari untuk berkonsultasi dengan suku-suku Libya setempat untuk seruan ini.

Sedangkan kepala GNA Fayez al-Sarraj telah menandatangani kesepakatan.

Sumber: anadolu

Publis by : Pejuang.Net │ Join Telegram : t.me/pejuangofficial │ SI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad