Foto: Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) FH UI, Adery Ardhan |
“Diskriminasi kasus terorisme itu terjadi di Indonesia. Perkara terorisme selama ini hanya dikaitkan pada religious activity. Misalnya pengusung negara islam dan JI, pasti teroris. Padahal pelaku teror yang tidak berkaitan dengan organisasi tertentu juga ada,” katanya dalam diskusi “Meninjau Kembali Definisi Terorisme dalam Konvensi ASEAN Mengenai Pemberantasan Terorisme” pada Jumat (11/01/2020).
Menurutnya, motif politik yang tercantum dalam UU Anti terorisme juga masih bias. Sebab, OPM juga mempunyai tujuan politik tapi tidak disebut teroris.
“Definisi terorisme sangat bias. Bom bali 1 pasti semua sepakat terorisme. Tapi kalau OPM teroris atau bukan? Pasti berpikir ini separatis. Apakah seperti itu mendefinisikan terorisme?,” tuturnya.
“Kalau dilihat dari tujuan politiknya, berarti di Indonesia ada tiga. Terorisme, makar dan Komunisme. Tapi kenapa penanganannya berbeda-beda? Itu yang harus diselesaikan,” ucapnya.
Adery memaparkan bahwa isu terorisme ramai di Indonesia sejak Bom Bali I. Pasca kejadian tersebut, Amerika dan Australia meminta Indonesia menanggulangi teroris.
“Kenapa Indonesia merespon isu terorisme? Karena tekanan Amerika dan Australia. Apakah itu mempengaruhi mindset terorisme di Indonesia adalah religious actifity? Itu perlu kajian mendalam,” tuturnya.
Publis by : Pejuang.Net │ Join Telegram : t.me/pejuangofficial │ Sumber :kiblat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar