FENOMENA PERNIKAHAN MUT’AH DI REPUBLIK ISLAM IRAN (Antara Ada dan Tiada) (Tulisan Kedua Dari 4 Bagian) - Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Situs Islam Rujukan

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Senin, 17 Oktober 2022

FENOMENA PERNIKAHAN MUT’AH DI REPUBLIK ISLAM IRAN (Antara Ada dan Tiada) (Tulisan Kedua Dari 4 Bagian)

Sukron Makmun
Pascasarjana Mazaheb University Tehran, Republik Islam Iran
E-mail: myla007@yahoo.com


B. Kelompok yang Pro Nikah Mut’ah

Orang-orang yang mendukung mut’ah berpendapat bahwa mut’ah dapat mencegah dan mereduksi praktik perzinahan. Hal itu berarti bahwa mut’ah akan mencegah terjadinya dekadensi moral di dalam sebuah masyarakat. Menurut kelompok ini, nikah mut’ah merupakan solusi yang legal untuk menyalurkan kebutuhan biologis dan tidak semua orang mampu menanggung biaya nikah permanen beserta tanggungjawab yang akan dipikul pasca pernikahan tersebut. Nikah mut’ah sebuah solusi cerdas untuk mengatasi pergaulan bebas yang mewabah sekarang ini. Jika pergaulan antara laki-laki dan perempuan sudah sedemikian rupa, maka perzinahan secara otomatis akan merajalela.

Seperti diketahui bahwa yang namanya pergaulan bebas itu tidak memiliki aturan, sehingga dampaknya akan sangat negatif bagi kesehatan jasmani maupun rohani. Dan nikah mut’ah mempunyai aturan yang jelas. Kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan sama-sama terikat oleh sebuah kesepakatan.

Berarti nikah mut’ah lebih baik daripada pergaulan bebas. Selain itu, anak yang dihasilkan dari nikah mut’ah tersebut mempunyai hak dan kedudukan yang sama dengan anak hasil nikah dâim (permanen),karena ayah dan ibunya berkewajiban merawat dan mendidiknya. Sementara dalam pergaulan bebas - secara hukum - laki-laki dan perempuan tidak mempunyai kewajiban seperti yang ada dalam nikah mut’ah. Oleh karena itu, anak hasil dari pergaulan bebas tidak mempunyai status sosial yang baik, dan
dipandang sebelah mata.

Secara ringkas, orang-orang yang pro mut’ah mempunyai dalil sebagai berikut:

1. Nikah mut’ah mencegah dan mereduksi perzinahan. Tidak selamanya nikah dâim memungkinkan bagi setiap pemuda. Jika nikah mut’ah tidak dilegalkan oleh undang-undang, maka pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan akan semakin merajalela, beriringan dengan hal itu perzinahan tentunya akan menyebar luas.

2. Nikah mut’ah setingkat lebih baik jika dibandingkan dengan pergaulan bebas. Karena nikah mut’ah mempunyai aturan yang jelas dan perjanjian yang mengikat, sementara pergaulan bebas tidak mempunyai aturan dan perjanjian yang mengikat, sehingga akan membawa dampak psikologis dan biologis yang negatif.

3. Anak yang dihasilkan dari nikah mut’ah mempunyai hak yang sama dengan anak hasil nikah permanen (dâim). Anak yang dihasilkan dari nikah mut’ah secara hukum bisa dinasabkan baik kepada ayah maupun ibunya, sementara anak haram dari hubungan di luar nikah akibat pergaulan bebas, tidak bisa dinasabkan kepada salah satu ataupun kedua orang tuanya. Anak dari nikah mut’ah mendapatkan hak-hak yang sama (hak perlindungan, pendidikan, nafkah, warisan, dan lain-lain) dan sebanding dengan hak yang diberikan kepada anak yang dihasilkan dari nikah dâim. Kedua orang tua dalam nikah mut’ah bertanggungjawab mendidik dan mengasuh anak tersebut, sementara anak hasil pergaulan bebas (hubungan di luar nikah) orang tuanya tidak berkewajiban mendidik dan mengasuh anak tersebut. Dan tentunya, anak haram status sosialnya cenderung lebih rendah dan dipandang hina oleh masyarakat.

4. Nikah mut’ah adalah jalan terbaik untuk melampiaskan gairah seksual bagi orang-orang yang tidak mampu memikul tanggungjawab nikah dâim. Nikah dâim diiringi dengan beban dan tanggungjawab yang tidak ringan (finansial maupun moral), sehingga tidak semua orang mampu melaksanakannya. Ketika jam biologis seseorang sudah mulai berbunyi, maka nikah mut’ah bisa menjadi alternative yang lebih baik daripada terjun ke prostitusi.

Bertrand Russel, seorang filsuf Inggris yang tersohor itu mengatakan, “Pada masa sekarang usia pernikahan setiap orang secara terpaksa akan tertunda. Seratus sampai dua ratus tahun yang lalu, orang menuntut ilmu sampai pada usia delapan belas (18) tahun, dan menikah pada usia yang sama. Namun pada masa modern kebanyakan orang akan menyelesaikan pendidikan formalnya sampai pada usia dua puluh delapan (28) tahun, dan mereka baru akan mendapat pekerjaan pada usia dua puluh sembilan (29) tahun, lalu baru menikah pada usia tiga puluh (30) tahun. Ketika menginjak usia lima belas (15) tahun setiap orang laki-laki mengalami masa puber, sebuah masa yang paling sulit bagi seseorang untuk melawan gejolak seksualnya sendiri. Namun, karena tuntutan zaman, masa-masa yang indah itu nyaris habis karena tuntutan untuk mencari ilmu, dan tidak mungkin menyuruh mereka untuk menikah lebih dini. Pertanyaannya adalah, apakah mereka harus pergi ke tempat-tempat prostitusi untuk melepaskan gairah seksualnya? Tentunya mereka tidak akan memilih prostitusi sebagai jalan keluar, karena suatu alasan, yaitu alasan kesehatan. Seperti diketahui bahwa secara medis prostitusi bisa menjadi sebab menularnya bermacam-macam penyakit kotor seperti AIDS, Spilis dan lainlain. Di sini nikah mut’ah merupakan solusi terbaik untuk menghindari perzinahan dan sekaligus aman dari penyakit. Oleh karena itu, mungkin jalan yang terbaik untuk para penuntut ilmu seperti mahasiswa atau mahasiswi, pemuda yang belum mempunyai pekerjaan dan uang adalah nikah mut’ah atau kawin kontrak.”

Mut’ah juga bisa bisa menjadi alternatif terbaik agar tidak stress akibat memikul beban dan tanggungjawab yang sangat berat seperti yang dialami oleh orang-orang yang menikah dâim.

Lindesey, salah seorang hakim ketua yang menangani kasus para pemuda di Amerika Serikat pernah mengatakan, “Wanita-wanita yang tidak ingin memiliki atau tidak ingin terbebani mengasuh anak dapat memilih kawin secara temporal (kawin kontrak) untuk melampiaskan gairah seksualnya. Laki-laki yang tidak ingin terbebani memberi nafkah istrinya juga bisa memilih kawin jenis ini sebagai alternatif. Kedua-duanya saling diuntungkan oleh hubungan seperti ini. Ketika mereka sudah saling tidak cocok lagi, mereka juga bias langsung pisah tanpa tuntutan”.

5. Nikah mut’ah bisa dijadikan sebagai ajang latihan atau coba-coba (trial and error) membangun sebuah rumah tangga yang utuh sebelum pernikahan dâim. Terjadinya banyak perceraian, akhir-akhir ini, mungkin disebabkan oleh kurangnya pengalaman dalam membina rumah tangga. Seandainya nikah mut’ah itu dilegalkan oleh undang-undang, maka masalah banyaknya perceraian tersebut bisa diatasi. Secara perlahan, setelah mut’ah diterima oleh masyarakat maka masyarakat akan diarahkan ke pernikahan yang serius, yaitu nikah dâim.

6. Untuk menghindari perzinahan dan kehamilan pada masa tunangan. Laki-laki dan perempuan yang bertunangan biasanya saling atau bertambah dekat. Mereka ingin sekali lebih mesra dan mulai tergoda untuk melakukan hubungan intim. Oleh sebab itu, jika nikah mut’ah dilegalkan, maka perzinahan pada masa rawan tersebut tidak akan terjadi.

 


Bersambung ke bagian ke 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad