Jejak Perjuangan Syaikh Ahmad Surkati di Tanah Betawi - Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Situs Islam Rujukan

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Minggu, 23 Juni 2019

Jejak Perjuangan Syaikh Ahmad Surkati di Tanah Betawi

Foto pendiri Al Irsyad Al Islamiyah Syaikh Ahmad Surkati
PEJUANG.NET - Sebagai ulama besar pendiri Al Irsyad Al Islamiyah dan guru sejumlah tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, nama dan jejak perjuangan Syaikh Ahmad Surkati tak cukup dikenal. Puluhan pemuda, pada Sabtu (22/06/2019) menelusuri jejaknya di Jakarta dalam Tour De Batavia.

Syaikh Ahmad Sukarti dikenal sebagai tokoh pembaharu Islam di Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan dan pemikiran. Terlahir di Sudan, dia kemudian menempuh pendidikan tinggi di Arab Saudi hingga memperoleh gelar Al Alamah di usia 34 tahun pada 1908. Atas undangan Jamiatul Khair dia menginjakkan kaki pertama kali di Batavia saat Belanda masih berkuasa. Saat mengajar di lembaga pendidikan Jamiatul Khair inilah pembaharuan pendidikan Islam mulai dilakukan Syaikh Surkati.

Dalam perjalanannya, dia kerap disandingkan dengan dua orang pembaharu Islam lainnya di Nusantara, Kiai Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah dan Ahmad Hasan tokoh Persatuan Islam (PERSIS). Dia juga dikenal melakukan pembinaan di Jong Islamieten Bond (JIB), organisasi perhimpunan pemuda dan pelajar Islam di zaman Hindia Belanda. Sejumlah yang tokoh dibesarkan dalam organisasi ini, seperti Mohammad Roem, M. Natsir, Kasman Singodimedjo, dan lain-lain turut belajar kepada Syaikh Ahmad Surkati.

Prinsip persamaan derajat dengan memurnikan Islam yang dipegang teguhnya membuat Ahmad Sukarti menentang keras kolonialisme. Dia pun kerap bersinggungan dan bertukar pikiran dengan tokoh Betawi seperti KH Abdullah Syafi’i hingga tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, seperti HOS Tjokroaminoto, KH Mas Masyur, hingga Soekarno.

Jejak perjuangan Syaikh Ahmad Surkati paling banyak ada di Jakarta, dan untuk melacaknya Pusat Dokumentasi Al Irsyad menggelar acara Tour De Batavia, Sabtu (22/06/2019). Diikuti 60 orang peserta yang sebagian besar para pemuda, acara ini menelusuri lokasi-lokasi yang pernah ditempatinya. “Kami ingin mengajak teman-teman pemuda dan pecinta sejarah untuk lebih menambah wawasan tentang Syaikh Surkati,” kata ketua panitia Abdullah Elly.

Pusat Dokumentasi Al Irsyad berharap Tour De Batavia dapat membangkitkan memori tentang Ahmad Surkati yang memiliki peran besar dalam pembaharuan pendidikan Islam, khususnya di Tanah Betawi. Peran itu dimulainya ketika menjadi pengajar di Jamiatul Khair. Mendarat di Batavia pada 1911, saat itu dia berusia 37 tahun. Lokasi pertama yang ditujunya adalah Kampung Arab Pekojan.

Madrasah Jamiatul Khair tempat dia mengajar hingga kini masih bisa ditemui di Jalan Pekojan Raya, Tambora, Jakarta Barat. Lokasi ini menjadi destinasi pertama rombongan Tour De Batavia. Bangunan madrasah dua lantai masih berdiri kokoh hingga kini, dan saat ini tengah dalam proses pemugaran.

Sejarawan Al Irsyad, Abdullah Batarfie, mengatakan di madrasah tersebut Syaikh Ahmad Surkati mulai melakukan pembaharuan dalam pendidikan. Modernisasi yang dilakukan salah satunya adalah mulai digunakannya sistem kelas. Selain itu dia juga merombak kurikulum pendidikan Islam, dengan memberikan pengajaran agama serta pengetahuan umum kepada muridnya. “Syaikh Ahmad Surkati tidak mendikotomikan dua pengetahuan itu,” ujarnya.

Tak jauh dari madrasah tersebut berdiri Langgar Tinggi, sebuah masjid kecil yang didirikan sejak tahun 1829. Sesuai namanya bangunan ini dibuat menyerupai rumah panggung, karena ada aliran sungai di sebelahnya. Kondisi langgar ini tak banyak berubah, termasuk lantai yang terbuat dari kayu ulin yang tebal. Di Langgar Tinggi inilah Syaikh Surkati mengajar melakukan taklim selain di madrasah.

Suasana di dalam Langgar Tinggi di Jalan Pekojan Raya, Jakarta Barat
Sikapnya yang menentang perbedaan status sosial di komunitas Arab membuat Ahmad Surkati memicu protes di kalangan Jamiatul Khair. Karena memegang teguh prinsip persamaan derajat (al musawwa), dia akhirnya keluar dari Jamiatul Khair pada 1914. Di tahun yang sama tanggal 6 September dia mendirikan Madrasah Al Irsyad Al Islamiyah, dengan dukungan tokoh-tokoh Arab di Batavia, salah satunya Oemar bin Yusuf Manggusy.

Madrasah Al Irsyad pertama berada di Jalan Tari Baroe Nomor 12, sekarang Jalan KS. Tubun Raya. Pada 1917 madrasah itu ditutup dan sekolah Al Irsyad yang baru didirikan di Molenvliet, bekas Hotel Ort yang kini lokasinya digunakan sebagai Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Jalan Gajah Mada. Dari tempat baru ini organisasi Al Irsyad berkembang dan disusul berdirinya cabang-cabang di berbagai kota, yaitu Tegal, Pekalongan, Cirebon, dan Surabaya.

Sejak 1934 hingga akhir hayatnya Ahmad Surkati mulai menempati sebuah rumah di Gang Solan kini di Jalan KH Hasyim Asy’ari nomor 25, Cideng, Gambir, Jakarta Pusat. Sejarawan Betawi Ridwan Saidi, yang menjadi narasumber Tour De Batavia, menyebut daerah itu dulunya dijadikan sebagai tempat pembuangan kriminal dan dikenal angker. Langkah Syaikh Ahmad Surkati membeli tanah lalu mendirikan rumah dan madrasah itu turut meramaikan kawasan itu.

Ahmad Surkati, kata Ridwan, juga sangat dekat dengan masyarakat Betawi. Dia juga dikenal memiliki kedekatan dengan pejuang kemerdekaan asal Betawi Muhammad Mansur atau Guru Mansur. “Syaikh Surkati itu akrab dengan orang-orang Betawi sehingga dipanggil mualim,” ujarnya.

Ridwan Saidi juga memiliki catatan terkait peran Syaikh Surkati dalam menyantuni keluarga orang-orang yang diasingkan penjajah ke Digul. Salah satu yang dibantunya adala istri tokoh pejuang kemerdekaan Alimin. Ridwan bantuan yang diberikan itu menyasar keluarga-keluarga lain dari berbagai wilayah di Jawa. “Beliau yang membantu keluarga Digulis, orang-orang yang dibuang ke Digul itu keluarganya diongkosin Syaikh Surkati,” ujarnya.

“Di situlah sisi kejuangan nasionalisme Syaikh Surkati,” tandas Ridwan.

Ahmad Surkati mendirikan madrasah di rumah yang berada di Jalan KH Hasyim Asy’ari itu. Di tempat yang sama dia juga membina para pemuda yang tergabung dalam Jong Islamieten Bond (JIB)). Sejarawan Al Irsyad, Abdullah Batarfie mengatakan sampai-sampai ketua JIB saat itu Kasman Singodimedjo diminta Syaikh Surkati menjadi pelatih kepanduan para murid sekolah Al Irsyad demi menghindari kecurigaan mata-mata Belanda yang tengah mengawasi ketat anggota JIB.

Di rumah itu juga dia kerap bertukar pikiran dengan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Helmi Siddik Surkati, anak kemenakan yang merawat Syaikh Surkati, mengatakan pertemuan tersebut kadang berlangsung di halaman sebelah barat rumah dengan menggunakan kursi rotan. Sering kali pembicaraan dilakukan sambil menimum teh. “Bukan berbentuk kelas tapi seperti diskusi,” ungkapnya.

Soekarno termasuk tokoh yang datang menemui Syaikh Ahmad Surkati di rumahnya. Menurut Helmi, Bung Karno juga sering bertanya soal agama kepada pendiri Al Irsyad itu. Meski tak terlalu lama berinteraksi hubungan keduanya cukup dekat, hingga saat Syaikh Surkati wafat pada 6 September 1943 Sang Proklamator ikut mengusung jenazahnya. “Bung Karno ikut jalan dari sini sampai (pemakaman) Karet,” ujar Helmi.

Peserta Tour De Batavia 2019 Melacak Jejak Surkati di Betawi berfoto di rumah bekas kediaman Syaikh Ahmad Surkati di Jalan KH Hasyim Asy’ari Nomor 25, Jakarta Pusat
Tak semua lokasi yang merekam jejak perjuangan Syaikh Ahmad Surkati di Tanah Betawi bisa dikunjungi dalam Tour De Batavia 2019. Abdullah Batarfie menyebut sejumlah lokasi lain yang tak bisa dilepaskan dari sosok pendiri Al Irsyad itu, di antaranya Sekolah Al Irsyad di Gang Tengah Krukut, di Molenvliet Oost bekas Hotel Mataram Kebun Jeruk, di Gang Chasse, hingga Gang Kenari Salemba.

Tour De Batavia 2019, lanjut Abdullah Batarfie, diharapkan bukan semata-mata menelusur jejak sejarah Syaikh Ahmad Surkati di Tanah Betawi. Lebih dari itu, dia berharap dapat membangkitkan pesan perjuangan pendiri Al Irsyad untuk mengembalikan Jakarta sebagai kota pergerakan moral dan nilai-nilai Islam.

“Karena Kota Jakarta ini bisa dikatakan sebagai kota tempat lahirnya para ulama dan tokoh pergerakan Islam, dan tempat tumbuh dan berkembangnya pergerakan Islam,” tandasnya.

Buku-buku peninggalan Syaikh Ahmad Surkati di kediamannya di Jalan KH Hasyim Asy’ari
Pegiat sejarah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Hadi Nur Ramadhan mengatakan perjuangan Syaikh Surkati cukup banyak dan acara bisa menjadi salah satu gerakan untuk menghidupkan pemikiran-pemikirannya. Pria yang juga Pimpinan Pusat Dokumentasi Tamadun itu menyarankan agar buku-buku pendiri Al Irsyad itu diterbitkan agar pemikiran-pemikirannya dapat dipahami secara utuh.

“Perlu ada gerakan secara serius dari pemerintah Indonesia menjadikan Syaikh Ahmad Surkati sebagai pahlawan nasional yang kontribusinya luar biasa untuk republik Indonesia ini,” tandasnya.


Publis by : Pejuang.Net 
Ikuti kami di channel Telegram : t.me/pejuangofficial
Facebook : https://www.facebook.com/pejuangofficial
Flow Twitter Kami: @PejuangNet
Sumber : kiblat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad