PEJUANG.NET - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani menilai ada upaya pengembalian Dwifungsi ABRI. Hal itu diungkapkannya mengomentari rencana pemerintah yang akan melakukan perubahan terhadap Undang-undang No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Kami memandang pengaturan tentang penempatan prajurit TNI aktif pada jabatan sipil yang terlalu luas dan tanpa pertimbangan yang matang dapat mengembalikan fungsi kekaryaan TNI yang dulunya berpijak pada doktrin dwi fungsi ABRI,” ujar Yati dalam rilis yang diterima Kiblat.net, Sabtu (10/08/2019).
Padahal, ucap Yati, Dwifungsi ABRI sejatinya telah dihapuskan pascareformasi 1998. Menurutnya, pengembalian fungsi kekaryaan tentara untuk tidak hanya terlibat aktif dalam bidang pertahanan ini memberikan peluang kepada prajurit TNI aktif untuk kembali terlibat dalam urusan sosial politik.
“Secara fakta (TNI aktif dalam Politik) menjegal reformasi TNI yang kini masih dalam keadaan stagnan, padahal berkelanjutan reformasi TNI mensyaratkan militer tidak lagi berpolitik,” ujarnya.
Rencana pemerintah untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi TNI dilakukan dengan berbagai kebijakan dimana sebelumnya pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 42 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 10 Tahun 2010 tentang susunan organisasi TNI. Saat ini, pemerintah bermaksud melakukan perubahan terhadap UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI.
Salah satu perubahan yang dilakukan dalam revisi ini yang menjadi persoalan adalah terkait dengan penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan sipil.
Dalam Draft Rancangan Perubahan UU TNI yang beredar di masyarakat saat ini, pemerintah mengubah ketentuan dalam pasal 47 ayat (2) UU TNI (pasal 3 Draft RUU), dimana terdapat enam kementerian/lembaga tambahan yang dapat diduduki oleh prajurit TNI, yaitu Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman, Staf Kepresidenan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Badan Keamanan laut.
Dengan penambahan ini terdapat 16 kementerian/lembaga yang membuka peluang jabatannya dipegang oleh prajurit TNI aktif. Lebih dari itu, pasal 47 ayat(2) huruf q draft RUU juga membuka ruang yang sangat luas kepada prajurit TNI aktif untuk dapat menduduki jabatan pada kementerian/lembaga lain yang sangat membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden .
“Semangat yang diusung UU TNI adalah militer aktif hanya menduduki jabatan-jabatan yang memiliki keterkaitan dengan fungsi pertahanan,” ujar Yati.
“Sebaliknya, rancangan perubahan UU TNI ini menjadikan aparat militer yang sebelumnya dikembalikan ke barak, pascarefomasi sebagai bagian dari reformasi TNI, dapat kembali masuk dalam ranah sipil,” lanjutnya.
Yati pun menegaskan, dalam respon terhadap perubahan UU TNI ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah untuk menghapus ketentuan pasal 47 ayat (2) huruf q draft Revisi UU TNI. Selain itu pemerintah harus mengkaji kembali penempatan prajurit TNI aktif dalam jabatan kementerian/lembaga sipil karena hal tersebut dapat menjadi ancaman bagi pemerintahan negara yang demokratis.
Kemudian, Koalisi meminta DPR untuk tidak mendukung upaya pemerintahan dalam melakukan revisi UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI, yang tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI dan dapat mengganggu tata pemerintahan yang demokratis karena tidak terdapat faktor kemendesakan untuk memberikan dan menempatkan prajurit TNI aktif dalam jembatan sipil dengan menambahkan sejumlah kementerian/lembaga yang justru menjadi mundur dalam demokrasi dan reformasi.
Publis by : Pejuang.Net
Ikuti kami di channel Telegram : t.me/pejuangofficial
Facebook : https://www.facebook.com/pejuangofficial
Flow Twitter Kami: @PejuangNet
Sumber : kiblat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar