Buruh Tolak UU 'Sapu Jagat' Tenaga Kerja - Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Pejuang.Net - Pusat Berita Islam Indonesia

Situs Islam Rujukan

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Minggu, 29 Desember 2019

Buruh Tolak UU 'Sapu Jagat' Tenaga Kerja


GELORA.CO - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan pihaknya akan menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI per 16 Januari 2020 mendatang.

"Ya kita bakal demo nanti tanggal 16 Januari," ujar Said ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Hukum, Jakarta Pusat, Sabtu (28/12/2019).

Demo kali ini dimaksudkan untuk menolak omnibus law yang secara langsung merevisi Undang-Undang (UU) No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

"Soal omnibus law ini tentunya kita ingin DPR berpihak kepada buruh, dan tidak meloloskan revisi tersebut," katanya.

Adapun total massa yang akan diturunkan dalam aksi tersebut ialah mencapai lebih dari 100 ribu orang yang tersebar di 20 provinsi seluruh Indonesia.

"Secara nasional itu yang kita kumpulan seratusan ribu orang di 20 provinsi dan 200 kabupaten/kota, khusus yang di Jakarta itu kira-kira 20 ribu-30 ribuan orang," ungkapnya.

Lantas, apa saja aturan yang ditolak para buruh dan bakal disampaikan pada aksi demo tersebut? Buka halaman selanjutnya.

1. Skema Upah Per Jam

Salah satu tuntutan KSPI terhadap aturan omnibus law tersebut terkait wacana perubahan sistem upah menjadi per jam. Bila aturan ini diterapkan, pemerintah secara tidak langsung dianggap berencana menghapus prinsip upah minimum.

Padahal, menurut KSPI, prinsip upah minimum adalah jaringan pengamanan agar buruh tidak miskin sebagaimana yang terkandung dalam Konvensi Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) dan UU No. 13 tahun 2003.

"Kalau diterapkan berarti pemerintah melanggar aturan yang sudah ditetapkan dalam ILO ini," imbuhnya.

Selain itu, lebih kurang 100 juta pekerja dianggap bakal terdampak langsung atas kebijakan itu.

"Ya ratusan juta lah. Katakan kita ambil data BPS (Badan Pusat Statistik) aja ya, data BPS menyebut pekerja formal itu kira-kira 54,7 juta orang, penerima upah minimum menurut dewan pengupahan datanya adalah 70%, berarti kan hampir 40 jutaan pekerja formal bakal terdampak, itu di luar informal, ditambah informal yang sekitar 70 jutaan, jadi hampir 100 juta lebih orang terdampak dengan sistem upah per jam tersebut," tuturnya.

Untuk itu, Said menegaskan pihaknya bakal menolak keras aturan tersebut. Lantas, bila aturan ini akhirnya tetap diberlakukan, maka mau tidak mau, pihaknya bakal mengambil jalur hukum.

"Pertama, gugatan warga negara. Kedua, lakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan UU itu. Langkah lain, ya aksi terus menerus untuk menekan pemerintah membatalkan itu dan DPR tidak mengesahkan itu," tutur Said Iqbal.

2. Uang Saku 6 Bulan untuk Korban PHK

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai kebijakan uang saku selama 6 bulan bagi pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) justru merugikan. Alasannya bakal terjadi pengurangan pesangon bagi korban PHK.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya pemerintah berencana memberikan uang saku bagi korban PHK yang sudah terdaftar pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BP Jamsostek). Kebijakan itu akan dibahas dalam penyusunan Omnibus Law alias rancangan undang-undang Cipta Lapangan Kerja.

"Ya kan ini artinya terjadi pengurangan. Karena kan di dalam UU 13/2003 yang sekarang berlaku, disebut nilai pesangon itu pada pasal 156, buat kita yang sudah bermasa kerja 8 tahun ke atas dapat pesangon 9 Bulan. Nah, kalau dia mau hanya disamaratakan jadi 6 bulan berarti kan terjadi pengurangan jadi hanya 1/3 nya saja," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal ditemui di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Pusat, Sabtu (28/12/2019).

Selain mengurangi nilai pesangon, Said khawatir uang penghargaan serta uang pengganti hak yang seharusnya diterima korban PHK juga bakal turut dihapuskan.

"Ditambah ada namanya uang penghargaan, misal masa kerja katakanlah sekitar 5 bulan, berarti ditambah uang pesangonnya itu 9 bulan, ditambah uang ganti rugi sekitar 15% atau setara 3 bulan, seharusnya bisa menerima gaji sama dengan 17-18 bulan kerja kalau di PHK," tuturnya.

Apalagi, nilai jaminan sosial yang saat ini diterima pekerja masih dianggap cukup rendah.

"Sistem jaminan sosial kita dalam hal ini jaminan pensiun dan jaminan hari tua, nilai iurannya masih rendah, bisa dibayangin ya 3% jaminan pensiun kita sesuai UU BPJS, kita hanya dapat uang dana pensiunnya sekitar Rp 300rb per bulan. Terus pesangon mau dikurangi, dari yang seharusnya 17-18 bulan jadi 6 bulan. Gimana kita mau bertahan hidup?" keluhnya.(dtk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad